a. Definisi Pajak
Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat
dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga
Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di
bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Dari
berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis
(pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau
pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat
ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak
antara lain sebagai berikut:
Pajak
dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD
1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
Tidak
mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat
ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak
kendaraantor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak
membayar pajak kendaraan bermotor.
Pemungutan
pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka
menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
Pemungutan
pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak
memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan
perundag-undangan.
Selain
fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang
diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga
berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan
ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
b. Jenis pajak
1. Pajak
Negara
Sering
disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang
terdiri dari:
a. Pajak
Penghasilan
Diatur
dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali
dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
b. Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Diatur
dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
c. Bea
Materai
UU No.
13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
d. Bea
Masuk
UU No.
10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
e. Cukai
UU No.
11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai
2. Pajak
Daerah
Sesuai
UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak
Daerah:
Pajak
Provinsi terdiri dari:
-
Pajak
Kendaraan Bermotor;
-
Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor;
-
Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
-
Pajak
Air Permukaan; dan
-
Pajak
Rokok.
Jenis
Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
-
Pajak
Hotel;
-
Pajak
Restoran;
-
Pajak
Hiburan;
-
Pajak
Reklame;
-
Pajak
Penerangan Jalan;
-
Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan;
-
Pajak
Parkir;
-
Pajak
Air Tanah;
-
Pajak
Sarang Burung Walet;
-
Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
-
Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
c.
Undang
- undang Perpajakan Negara
-
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
-
stdd
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
-
Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
-
stdd
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
-
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah
-
stdd
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
-
Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
-
stdd
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
-
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
-
stdd
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007
d. Fungsi pajak
Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan
hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi
anggaran (budgetair)
Sebagai
sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari
penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti
belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk
pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini
dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan
yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
2. Fungsi
mengatur (regulerend)
Pemerintah
bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi
mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya
dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi
produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk
luar negeri.
3. Fungsi
stabilitas
Dengan
adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal
ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi
redistribusi pendapatan
Pajak
yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
e.
Syarat
pemungutan pajak
Tidaklah
mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat
akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak
akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah,
maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
-
Pemungutan pajak harus adil
Seperti
halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam
hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam
pelaksanaannya.
Contohnya:
Dengan
mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
Pajak
diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
Sanksi
atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran
-
Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai
dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat
untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
Pemungutan
pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin
kelancarannya
Jaminan
hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
Jaminan
hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
-
Pungutan pajak tidak mengganggu
perekonomian
Pemungutan
pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi
perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan
pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya
usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
-
Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya
yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan
sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak
tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah
untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan
dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
-
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana
pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem
yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang
harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak
untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem
pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
Bea
materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
Tarif
PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
Pajak
perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan
menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan
(pribadi)
f.
Asas
pemungutan
Asas
pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
Untuk
dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan
tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
1. Adam
Smith, pencetus teori The Four Maxims
Adam Smith
Menurut
Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal
"The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
-
Asas
Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan
pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan
wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
-
Asas
Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU,
sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
-
Asas
Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas
kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat
yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya
atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
-
Asas
Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan
sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari
hasil pemungutan pajak.
1. Menurut
W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
W.J.
Langen
-
Asas
daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya
penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak
yang dibebankan.
-
Asas
manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
-
Asas
kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
-
Asas
kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain
harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
-
Asas
beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya
(serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.
2. Menurut
Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut:
Adolf
Wagner
-
Asas
politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat
membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
-
Asas
ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak
untuk barang-barang mewah
-
Asas
keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi
yang sama diperlakukan sama pula.
-
Asas
administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus
membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya
biaya pajak.
-
Asas
yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
g. Asas Pengenaan Pajak
Agar
negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau
badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara
tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai
contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan
berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan,
diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara
untuk mengenakan pajak.
Terdapat
beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan
wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak
penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai
landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1.
Asas
domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle):
berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang
diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan
perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau
berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di
negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang
akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut
asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan
asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan
baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar
negeri (world-wide income concept).
2.
Asas
sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang
pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara
itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi
landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari
negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari
penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah
Indonesia.
3.
Asas
kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan
(nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan
pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang
memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari
mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas
domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan
dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas
world wide income.
Terdapat
beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas
nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak
lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan
landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang
akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk
atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara
(dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek
pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi
landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan
pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh
atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang
disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di
mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang
dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang
diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan
negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih
dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas
nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia,
dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994,
khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus
dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang
parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian
subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang,
misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual)
menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang
berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang
diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara
itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha
luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap
penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia,
untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di
Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh
sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya
dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.
h. Teori pemungutan
Menurut
R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada
beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
-
Teori
asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya
dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta
bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam
perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini
dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang
karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
-
Teori
kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya
kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam
perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan,
maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak
ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan
orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial,
kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban
pajak.
i.
Penerimaan
Pajak di Indonesia
Penerimaan
pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun, dibandingkan dengan realisasi Tahun
2011 maka realisasi penerimaan perpajakan tahun 2012 naik sebesar 92,53 Trilyun
atau mengalami pertumbuhan sebesar 12, 47 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar
10,87%. Realisasi penerimaan pajak 2012 per jenis pajak :
-
Pajak
Penghasilan (PPh) Rp464,66 triliun
-
Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
Rp336,05 triliun
-
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) Rp28,96 triliun
Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar Rp1.042,32 triliun
atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2012.
Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari rencana anggaran
Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67 triliun.
Pendapatan
pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk, dan pendapatan pungutan
ekspor.
·
Pajak
a. Berdasarkan
wujudnya, pajak dibedakan menjadi:
-
Pajak
langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak
seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
-
Pajak
tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan
wajib kepada negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak
seperti cukai rokok dan sebagainya.
b. Berdasarkan
jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:
-
Pajak
pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari
usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.
-
Pajak
penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan
barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.
-
Pajak
badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan
bank dan sebagainya.
c. Pajak
berdasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi:
-
Pajak
bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah
pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah
otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.
-
Pajak
perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain yang
modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
-
Pajak
siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber
korupsi.
-
Pajak
transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus dilalui oleh
pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar